Saat malam mulai larut, Basuki tiba di bekas gedung sekolah yang kini menjadi tempat budidaya maggot miliknya. Gedung yang dulu penuh dengan tawa anak-anak itu kini sunyi, namun dipenuhi deretan bak kayu bersusun tiga tingkat di sepanjang dinding. Aroma makanan basi menyelimuti ruangan, aroma yang mungkin tidak biasa bagi sebagian orang, namun bagi Basuki, aroma ini sudah seperti bagian dari keseharian.
Dengan cekatan, ia memeriksa isi salah satu bak, melihat ribuan belatung lalat tentara hitam yang sedang melahap sisa makanan yang sudah membusuk. Basuki mengangkat potongan-potongan plastik kering yang tadinya tercampur dengan sampah makanan dan memasukkannya ke ember sampah di sebelah bak. Ia kemudian membuka aplikasi TikTok dan mulai live streaming, menjelaskan proses budidaya maggot yang telah ditekuninya selama hampir tiga tahun, kepada ribuan pengguna Tiktok yang menontonnya.
Di Tiktok, Basuki tidak hanya berbagi tentang teknik budidaya maggot, tetapi juga menginspirasi penonton tentang bagaimana sampah makanan bisa diolah menjadi pakan ternak yang murah dan berkualitas.
Perjalanan Basuki di dunia maggot dimulai setelah pandemi Covid-19 menghantam kehidupannya. Kehilangan pekerjaan di perantauan membuatnya pulang ke kampung halamannya di Surakarta, mencari cara untuk menafkahi keluarganya. Ia bergabung dengan Bank Sampah Gajah Putih, sebuah komunitas yang fokus pada pengelolaan sampah, dan menyadari bahwa sampah organik dapur (SOD) belum dikelola dengan baik.
Saat itulah Basuki mendengar tentang pelatihan budidaya maggot dari Yayasan Gita Pertiwi, mitra Rikolto di Surakarta. Ia tertarik karena maggot tidak hanya bisa menjadi pakan ternak murah, tetapi juga membantu mengurangi limbah makanan yang mencemari lingkungan.
“Maggot dari telur sampai panen itu kita cuma butuh waktu 18 hari, produksinya cepat. SOD atau Sampah Organik Dapur itu yang sudah dipilah itu sangat bagus untuk asupan maggot. Jadi, mengingat hotel, katering, resto itu sampahnya banyak ya, (harus dicari) gimana biar dikelola dengan baik, biar nggak menumpuk ke TPA.”
Berbekal modal awal Rp 3 juta, Basuki membeli beberapa bak plastik, 20 gram telur lalat, dan membangun kandang lalat untuk memperbanyak telur. Selama tiga siklus produksi pertama, ia fokus memperbanyak populasi lalat dan maggot. Populasi maggot pun bertambah, hingga akhirnya ia mampu menghasilkan ratusan kilogram maggot per bulan.
Basuki juga mulai beternak ayam, bebek, dan lele, menggunakan 75% maggot hidup sebagai pakan ternak. Strategi ini berhasil menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan dari penjualan bibit ternak ke peternak kecil di sekitar Surakarta. Dari sini, penghasilan Basuki rata-rata mencapai Rp 3-4 juta per bulan, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Keberhasilan Basuki tidak datang begitu saja. Ia mendapatkan dukungan dari Rikolto dan Gita Pertiwi dalam bentuk pelatihan dan pendampingan. Rikolto menilai budidaya maggot memiliki potensi untuk mengurangi limbah makanan dan memberikan keuntungan finansial bagi pelakunya.
Basuki mendapatkan pelatihan dan pendampingan dalam mengembangkan bisnis budidaya maggotnya dengan meninjau dan mempraktikkan langsung proses budidaya di demplot maggot. Demplot ini didirikan di tahun 2021 dengan dukungan Rikolto dan berlokasi di Mini Edu Park Taman Winasis, yang dikelola oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Surakarta. Pengelola dan penyuluh Mini Edu Park, Wiyono, bersama Gita Pertiwi dan Rikolto, turut mengembangkan Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk membantu peternak maggot seperti Basuki dalam merancang dan mengelola usaha budidaya maggot mereka secara lebih efektif.
Selain itu, Basuki juga didampingi untuk mengembangkan strategi pengembangan usaha budidaya maggot, termasuk dalam memperoleh suplai sampah organik dapur untuk makanan maggot, meningkatkan produktivitas, serta meningkatkan penjualan maggot maupun produk terkait seperti telur dan kasgot untuk pupuk.
Basuki kemudian bekerja sama dengan beberapa katering dan ruang serbaguna untuk mengambil sisa makanan dari acara-acara pernikahan. Dan berkat dukungan Rikolto dan Gita Pertiwi, ia juga kini telah menjalin kerja sama dengan salah satu hotel besar di Surakarta, yang memberikan akses untuk mengambil sekitar 3 ton sampah organik per bulan. Langkah ini memastikan pasokan makanan yang stabil untuk maggot-maggot miliknya.
Sebagai upaya meningkatkan penjualan, Basuki kini juga menggunakan TikTok sebagai sarana penjualan sekaligus edukasi, memperlihatkan teknik budidaya maggot dan menginspirasi warganet untuk mencoba usaha serupa. Tiktok live streaming nya telah mendorong banyak penonton dari sekitar Surakarta untuk datang untuk membeli maggot sebagai umpan pancing atau pakan ternak, serta telur maggot untuk memulai budidaya mereka sendiri.
Budidaya maggot merupakan solusi menjanjikan yang memberikan keuntungan di berbagai aspek. Selain penyerapan dan penggunaan kembali sampah organik dapur (SOD) sehingga mengurangi resiko gas metana yang terjadi bila sampah organik ini dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), budidaya maggot juga memberikan keuntungan finansial. Penggunaan maggot sebagai pakan hewan ternak telah berhasil memangkas ongkos produksi, sehingga keuntungan yang didapat peternak menjadi lebih tinggi. Selain itu, maggot dan telur maggot juga bisa langsung dijual, sehingga peternak dapat meraih laba dari penjualan langsung. Selain membutuhkan modal yang rendah, budidaya maggot juga memiliki siklus produksi yang singkat, sehingga dapat segera mendatangkan uang.
Namun, tantangan tetap ada. Ketersediaan Sampah Organik Dapur (SOD) yang konsisten menjadi kendala utama. SOD seringkali masih bercampur dengan sampah residu maupun sampah inorganik, menyebabkan SOD ini tidak bisa langsung digunakan sebagai pakan maggot, sedangkan proses pemilahan seringkali memakan banyak waktu dan biaya karena harus dilakukan secara manual.
Rikolto dan Gita Pertiwi terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilahan sampah untuk memastikan proses pengolahan dan penggunaan kembali sampah dapat terus berjalan.
Meskipun perjalanan Basuki tidak mudah, ia tetap optimis. Dengan kreativitas dan ketekunan, ia berhasil mengubah limbah menjadi cuan, dan mengubah krisis menjadi peluang. Dan di tengah segala tantangan yang ada, Basuki terus menginspirasi ribuan orang melalui layar ponselnya, membuktikan bahwa ekonomi sirkuler bukan sekadar teori, tapi kenyataan yang bisa diwujudkan.
“Selain mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah yang dipilah dengan baik juga membuka kemungkinan pengolahan sampah yang memberikan keuntungan finansial, seperti budidaya maggot, yang juga menawarkan solusi lingkungan yang berkelanjutan. Pemilahan sampah yang konsisten di semua tingkat pemrosesan menjadi kunci keberhasilan ekonomi sirkuler ini.”